Mengenal Quarter Life Crisis, Penyebab, dan Cara Mengatasinya
Quarter Life Crisis (indahladya.com) |
Memasuki usia 20-an membuat kita semakin dekat dengan istilah quarter life crisis. Usia di mana kita dilanda kecemasan akan ekspektasi tentang masa depan. Entah itu dari segi karir, percintaan, atau bahkan hubungan pertemanan yang terkesan semakin mengerucut.
Mungkin salah satu dari
kita sudah mulai memasuki fase quarter life crisis ini, sadar ataupun
secara tidak sadar. Sayangnya, denial akan suatu hal yang kita rasakan
membuat semua hal menjadi bias.
Apa itu Quarter Life Crisis?
Definisi Quarter Life Crisis (indahladya.com) |
Sebelum berbincang lebih
jauh, mungkin sebagian dari kita akan berpikir “emang quarter life crisis
itu beneran ada ya?”. Atau yang lebih ekstrem nya lagi, ada aja yang
bakal kepikiran “ah itu mah akal-akalan orang yang ga bersyukur aja kali
ya?”
Sayangnya quarter life
crisis ini nggak melulu tentang kemampuan seseorang untuk bersyukur ataupun
tidak bersyukur.
Quarter life crisis adalah periode saat orang berada di usia 20-30 tahun, masa-masa di mana seseorang bisa merasakan kekhawatiran, keraguan, dan kebingungan dalam menentukan tujuan hidupnya.
Quarter life crisis
ini pun nggak melulu mengkhawatirkan tentang karir dan finansial aja. Ada
begitu banyak hal yang bisa dikhawatirkan oleh seseorang yang mengalami fase quarter
life crisis, contohnya masalah pertemanan, percintaan, pendidikan, dan
bahkan hal-hal lain yang pastinya setiap orang memiliki concern nya
masing-masing.
Tanda Kamu sedang Mengalami Quarter Life Crisis
Tanda Quarter Life Crisis (indahladya.com) |
“Kok hidup aku kayak cuma buat nyenengin orang lain doang?”
“Pilihanku ini udah tepat belum sih?”
“Kok aku ngerasa nggak bahagia ketika menjalani pilihan hidupku sendiri ya?”
“Kok rasanya bosen ya?”
“Kok dia udah bisa begini begitu, sedangkan aku belum?”
Itu kan yang saat ini
terlintas di pikiranmu?
Sedikit kutipan dari
ribuan pertanyaan yang menghantuimu saat ini, itulah yang menjadi tanda bahwa
kamu mulai memasuki fase quarter life crisis.
Perasaan tidak bahagia
saat menjalani suatu hal yang sebenarnya sudah kamu pilih secara sadar, rasa bosan
dan amarah yang seringkali nggak tersalurkan dengan baik, serta rasa minder
akan pencapaian orang lain mungkin sudah cukup menjelaskan tanda dari quarter
life crisis itu sendiri. So, bagian mana yang membuatmu merasa relate
dengan keadaanmu saat ini?
Ekspektasi, Penyebab Quarter life crisis Paling Utama
Penyebab Quarter Life Crisis (indahladya.com) |
Berbincang mengenai tanda
dan makna dari quarter life crisis, mungkin akan membuat sebagian dari
kita bertanya-tanya “emangnya apa sih penyebab quarter life crisis itu?”.
“Trigger yang seperti
apa sih yang membuat kita pada akhirnya jatuh dalam suatu kecemasan akan hal menakutkan
yang sebenarnya belum tentu terjadi?”
Dan menurutku, cukup satu
hal yang bisa menjawab semua pertanyaan tersebut, ekpektasi!
Yap, ekspektasi!
Ekspektasi terkadang bisa
menjadi satu-satunya alasan agar seseorang bertahan, yaa sebagaimana motivasi
awal untuk menempuh tujuan akhir ketika kamu memulai suatu hal baru kan?
Sayangnya, ketika kita
tidak bisa membatasi ekspektasi yang terlalu tinggi membuat kita pada akhirnya
jatuh pada kejenuhan dan kecemasan selama menjalani pilihan hidup kita sendiri.
Pilihan hidup yang sebenarnya sudah kita tentukan sejak awal dengan
kesadaran penuh.
Ekspektasi ini pun
terkadang nggak cuma datang dari diri kita sendiri. Ada banyak orang yang
menggantungkan hidupnya pada ekspektasi orang lain terhadap dirinya.
“Emang beneran ada orang yang kayak gitu?”
Wah, kalau kamu berpikir
demikian, selamat! Karena berarti kamu bukan salah satu bagian dari orang-orang
yang belum beruntung ini.
Namun, sebagai salah satu
bagian dari orang-orang yang “belum beruntung” ini, aku hanya ingin menyampaikan,
bahwa sebenarnya ekspektasi orang lain terhadap diri kita lah yang terkadang
membuat hidup ini terasa lebih sulit dari yang seharusnya.
Mungkin nggak semua dari
kita yang dibebankan ekspektasi oleh lingkungan sekitarnya, nggak sedikit juga
yang dikasih kebebasan penuh dalam menentukan tujuan hidupnya tanpa harus
bersandar pada ekspektasi orang lain. Sayangnya, ungkapan ini tetap nggak bisa
menghilangkan fakta bahwa seseorang yang hancur karena ekspektasi orang lain
terhadap dirinya is still exist today.
Cara Mengatasi Quarter Life Crisis
At the end,
setelah kamu tahu bahwa kamu sedang mengalami fase quarter life crisis, so
what should we do next?
“Terus, aku harus gimana nih?”
Keep calm,
karena kamu bukan satu-satunya orang yang terjebak dalam krisis kehidupan yang
satu ini. Aku, dengan sebagian besar orang lainnya yang juga pada akhirnya nggak
denial lagi sama apa yang dia rasain saat ini, juga bisa untuk mengatasi
masalah ini secara bersama-sama.
Sabar dan bersyukur,
meskipun bukan menjadi solusi satu-satunya, memang tetap menjadi dua hal yang
gak terpisahkan selama mengatasi dan menghadapi quarter life crisis.
Namun, bukan berarti hal ini akan membuatmu terus berpasrah dan meratapi jalan
kehidupan yang kamu pilih saat ini.
Mengatasi Quarter Life Crisis (indahladya.com) |
Ada begitu banyak cara yang
bisa membuatmu lebih tenang dalam menghadapi quarter life crisis.
Berikut beberapa hal yang bisa kamu coba terapkan.
1. Belajar Memahami Tujuan Hidup Lebih Dalam
Hal pertama yang bisa
kamu coba renungkan adalah tujuan hidupmu saat ini. Setiap orang pasti memiliki
concern tersendiri mengenai tujuan hidupnya.
Mungkin kamu bisa mulai
bertanya-tanya “apakah tujuan hidup yang kamu pilih saat ini sudah
benar-benar membuatmu bahagia?”
Karena ketika kamu mencoba
untuk lebih memahami makna dan tujuan hidupmu sendiri, maka kamu pun akan
menjadi lebih mudah untuk menghadapi quarter life crisis yang
sebenarnya.
Misalnya, kamu punya
impian untuk berprofesi sebagai seorang dokter, kira-kira kamu bakal bahagia
nggak nih kalo kamu akan selamanya berhadapan dengan pasien yang pastinya punya
karakter yang berbeda-beda? Kamu sanggup nggak harus menunggu sedikit lebih
lama untuk menyelesaikan proses studimu? Kamu sanggup nggak kalau selamanya
akan berada di rutinitas yang sebenernya udah kamu tau sejak awal?
Dengan membedah tujuan
hidup kita menjadi poin-poin yang lebih kecil, tentu akan membuatmu lebih siap dan
bahagia selama menjalani setiap proses yang ada.
2. Membatasi Ekspektasi terhadap Orang Lain
“People come and go, that’s life”
Pernah dengar kutipan di
atas? Yap, mungkin ada kalanya kamu menaruh sebuah harapan besar pada seseorang
yang kamu yakini bisa berada di sisimu selamanya. Kamu menggantungkan semua
harapanmu ke dia, you do everything for him, bahkan kamu nggak pernah
mikirin sebenernya kamu tuh bahagia atau nggak.
Entah itu konteksnya
ekspektasi ke orang tua, suami atau istri, anak, atau bahkan teman yang katanya
udah bestie banget deh. Padahal, nggak ada yang tau loh kapan
orang-orang yang kamu ekspektasikan ini akan pergi meninggalkanmu.
Pada akhirnya manusia
akan sendiri, entah berpisah karena keadaan atau berpisah karena kematian. Jadi,
ketika kamu berekspektasi terlalu besar pada seseorang, maka bersiaplah kamu
pun akan merasakan kehilangan yang sangat besar ketika orang-orang ini pergi
dari sisimu.
3. Pasang Boundaries untuk Orang Sekitarmu
Ketika mengalami quarter
life crisis, biasanya kebahagiaan kita dan orang lain di sekitar kita tuh
terlihat lebih bias. Kadang kita nggak tahu kita ngelakuin suatu hal karena
memang kita bahagia atau supaya orang lain ngeliat kita bahagia. See the
difference?
Terkadang kita berusaha
terlalu berlebihan untuk bisa disukai sama orang lain, padahal kebahagiaan
orang lain bukan menjadi tanggung jawabmu. Bahagia itu adalah tanggung jawab
diri kita masing-masing.
Bukan berarti jahat loh.
Soalnya, ketika kita mengusahakan yang terbaik untuk orang lain, terkadang kita
jadi jahat sama diri kita sendiri. Kita nggak berani buat nolak, takut banget
buat say “no!”, hanya supaya orang suka sama diri kita.
Yang pada akhirnya membuat kita berekspektasi bahwa orang ini juga akan
melakukan hal yang sama ke kita, yang lagi-lagi sayangnya nggak terrealisasi demikian.
Sakit? Iya pasti! Kembali
lagi, sometimes expencation kills you. Jadi, berbuat baiklah
secukupnya tanpa harus mengorbankan dirimu. Kenali rasa sakitmu. Ketika kamu ngelakuin
suatu hal untuk orang lain dan kamu merasa sakit, please stop!
Pasang boundaries
dari lingkungan sekitarmu, jangan sampai kita lupa bahwa sebelum membahagiakan
orang lain, kamu juga punya perasaan yang sebenernya jadi tanggung jawab utamamu,
bukan tanggung jawab orang lain.
4. Mengenal Batas Kemampuan Diri
Hidup di sosial media
terkadang membuat kita jadi gampang lelah. Lelah ketika membandingkan diri
dengan pencapaian milik orang lain, lelah dengan jalan hidup orang yang selalu
terlihat lebih mudah, yang sebenernya kita juga bisa mencapai poin yang sama,
hanya saja dalam waktu yang tidak sama.
Kutipan Quarter Life Crisis (indahladya.com) |
Sebelum memasuki fase quarter
life crisis ini, aku selalu berekspektasi bahwa semua bisa berada dalam
satu genggaman tanganku sebelum aku berumur 25 tahun. Sebagaimana “target hidup”
orang pada umumnya kan?
Sayangnya, semakin kesini
beberapa ekspektasi yang gak realistis tersebut emang belum bisa terwujud. Dan
kalau aku harus memaksakan hal tersebut, maka yang datang hanyalah keterpaksaan
dan ketidakbahagiaan.
Sebaliknya, ketika kita
mencoba menjalani hidup dengan lebih tenang, maka kamu akan menemukan banyak
jawaban dari pertanyaan-pertanyaanmu selama ini “kok aku belum bisa punya
ini itu ya kayak dia sekarang?”.
Tahan, karena pertanyaan
tersebut nggak akan terjawab sekarang, sampai akhirnya kamu menemukan satu
titik yang membuatmu bersyukur karena sesuatu yang kamu inginkan tersebut akan
selalu datang di saat yang paling tepat.
5. Hiduplah di Masa Sekarang
Hal utama yang membuat
kita dilanda kecemasan dan kekhawatiran adalah praduga-praduga kecil akan masa
depan kita.
“Nanti kalau aku udah pensiun, aku dapet pemasukan dari mana dong?”
“Nanti kalau aku belum punya pasangan sampe umur 30 tahun, gimana dong?”
“Nanti kalau pekerjaanku nggak bisa mencukupi kebutuhanku, gimana dong?”
Dan masing banyak lagi
perandai-andaian akan masa depan yang sebenarnya nggak semenakutkan itu. Hanya
saja dramatisir dari praduga yang kita rancang di kepala kita membuat masa
depan terlihat begitu menyeramkan.
Kamu pasti pernah
merasa ketakutan ketika membayangkan dunia perskripsian di saat kamu masih
semester 1 saat itu. Iya apa iya?
Terus, nyatanya gimana?
Udah lewat kan? Meskipun dengan jerih payahmu memperjuangkan skripsimu saat itu,
tapi nyatanya kamu berhasil melewati semuanya dengan baik. Dan rasa takut yang
kamu khawatirkan kemarin, tinggal menjadi sebuah cerita yang dikenang kan?
Mempersiapkan masa depan
itu penting, saangat penting. Tapi, ketika hal tersebut malah membuatmu
memiliki rasa cemas dan khawatir yang berlebih, hal inilah yang justru membuatmu
merasa tidak bahagia ketika menjalani masa sekarang.
Padahal, kamu hidup di
masa sekarang, bukan di masa lalu, atau pun masa depan. Fokus pada apa yang ada
di depan matamu saat ini, karena cara terbaik untuk menghadapi masa depan
adalah dengan mempersiapkannya sebaik mungkin. Usahakan yang terbaik untuk
masa depanmu tanpa harus mengorbankan dirimu di masa ini.
Menghadapi quarter life
crisis mungkin nyatanya memang nggak semudah ketikan para blogger
seperti aku ini. Namun, percayalah, semua hal baik akan datang di waktu yang
terbaik juga.
Khawatir itu wajar, tapi ketika hal tersebut sudah mengganggu kehidupanmu saat ini, maka sudah saatnya untuk mengevaluasi kembali demi mempertahankan kewarasan dirimu saat ini. Semoga dengan tulisan ini, kamu bisa menghadapi quarter life crisis ini dengan lebih mudah ya!